Powered by Blogger.
ISTIQOMAH

SILA EMAIL KE GUA JIKA INGIN BERKONSI PENDAPAT ATAU APA SAHAJA

BUNTATJ@GMAIL.COM

BLOGER-BLOGER YANG NAK LINK KE BLOG NI AMAT DIALU-ALUKAN DAN GUA MOHON LINKKAN BLOG INI KE BLOG TUAN2 DAN PUAN2, SILA MAKLUMKAN GUA MELALUI EMAIL ATAU DI RUANG KOMEN

Wasiat Saidina Ali...

1. Dosa yang paling besar ialah takut.
2. Bahaya yang paling besar ialah putus asa.
3. Berani yang paling besar ialah sabar.
4. Hadiah yang paling Besar ialah kesempatan.
5. Modal yang paling besar ialah "PERCAYA PADA DIRI SENDIRI"

Firman Allah:


وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةٍ۬

Dan sediakanlah untuk menentang mereka (musuh yang zalim) dengan apa-apa jenis kekuatan yang mampu kamu sediakan (al-Anfal: 60)


Followers

Tuesday, August 2

Thaghut dalam pemerintahan

Ada 5 jenis thaghut jenis kedua  merupakan pihak yang memiliki  kepemimpinan atas suatu masyarakat namun enggan untuk memperlakukan hukum Allah سبحانه و تعالى sebagai pemutus perkara, baik dalam urusan kecil maupun urusan besar. Inilah yang disebut dengan thaghut berupa pemerintah yang zalim. Zalim dalam arti “tidak menempatkan sesuatu (dalam hal ini hukum Allah سبحانه و تعالى ) pada tempatnya”. Sedangkan syarat awal sebuah pemerintah dikatakan adil ialah “menempatkan sesuatu (dalam hal ini hukum Allah سبحانه و تعالى ) pada tempatnya
”.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah [5] : 45)
Pemerintah yang adil wajib meletakkan hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum Al-Qur’an atau hukum Islam pada tempat tertinggi dimana segala hukum, perundang-undangan dan peraturan lainnya merupakan “breakdown” dari hukum Allah سبحانه و تعالى tersebut. Jika suatu pemerintah meletakkan hukum selain hukum Allah سبحانه و تعالى pada posisi yang tertinggi, seperti misalnya hukum produk manusia, maka itu berarti ia telah mengajak masyarakat untuk berhukum kepada hukum thaghut padahal Allah سبحانه و تعالى memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingkari thaghut.
Demikian perintah Allah سبحانه و تعالى .
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa [4] : 60)
Kisah pertentangan antara para Nabiyullah ‘alaihimussalam dengan jenis thaghut kedua inilah yang banyak mengisi lembaran sejarah umat manusia dan diabadikan di dalam lembaran mushaf Al-Qur’anul Karim. Kisah pertentangan antara Nabiyullah Nuh ‘alahissalam dengan para thaghut pemuka kafir kaumnya
:
فَقَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya, “Kami tidak melihat kamu (wahai Nuh) melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Hud [11] : 27)

Tentu kita semua juga sangat tahu tentang kisah pertentangan antara Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam dengan thaghut raja Babilon bernama Namrud:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah kamu tidak memperhatikan (Namrud) orang yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya (Allah) karena Allah سبحانه و تعالى telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, “Rabbku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata, “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah [2] : 258)

Demikian pula pertentangan antara Nabiyullah Musa ‘alaihissalam dengan thaghut raja Mesir bernama Fir’aun. Bahkan thaghut yang satu ini sedemikian melampaui batas dalam kesombongan kekuasaannya sehingga memandang dirinya sebagai seorang supra-human (di atas rata-rata manusia) lalu berkata di hadapan rakyat Mesir yang dipimpinnya:
فَكَذَّبَ وَعَصَى ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى فَحَشَرَ فَنَادَى فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى
Tetapi Firaun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata, "Akulah rabb-mu yang paling tinggi”. (QS. An-Nazi’at [79] : 21-24)

Dan di dalam Al-Qur’an jelas-jelas Allah سبحانه و تعالى menggambarkan betapa khawatirnya thaghut Fir’aun terhadap gerakan yang dipimpin oleh Nabiyullah Musa ‘alahissalam. Fir’aun sangat khawatir bila dien (agama/sistem/jalan hidup/falsafah hidup) rumusannya diganti oleh dien baru yang diusung oleh Nabiyullah Musa ‘alahissalam. Padahal dien yang diusung oleh Musa ‘alahissalam  merupakan dienullah (agama yang benar) Al-Islam yang semestinya Fir’aun-pun tunduk kepadanya bila ia punya good-will alias keinginan mewujudkan pemerintahan yang adil. Tapi semata-mata kerana ia memandang dirinya sebagai salah seorang “founding-fathers” (pendiri utama) kerajaan  Mesir, maka rakyat wajib mentaati segala titah-perintahnya, termasuk menerima bulat-bulat agama, sistem, jalan hidup atau falsafah hidup rumusan thagut Fir’aun. Inilah hakekat thaghut. Ia menginginkan manusia banyak menghamba kepada dirinya bukan kepada Rabb alam semesta, Allah سبحانه و تعالى
.
وَقَالَ فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُأَنْ يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَنْ يُظْهِرَ فِي الأرْضِ الْفَسَادَ
Dan berkata Firaun (kepada pembesar-pembesarnya), “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Rabbnya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar dienmu (agamamu/pedoman hidupmu/falsafah hidupmu/sistem hidupmu) atau menimbulkan kerusakan di muka bumi”. (QS. Ghafir [40] : 26)

Thaghut zaman dulu sama dengan thaghut zaman bilapun, termasuk di era modern penuh fitnah ini. Tuduhan para thaghut-pun sama sepanjang zaman terhadap para Nabi dan pewaris ajaran para Nabi yaitu penda’wah di jalan Allah سبحانه و تعالى , pejuang dienullah serta pejuang kalimat tauhid. Para thaghut senantiasa menuduh para Nabi dan para du’at di jalan Allah سبحانه و تعالى sebagai pihak yang mengancam kestabilan nasional dengan niat mengganti ajaran nenek moyang/founding fathers yang dianggap sudah mapan dan final, padahal sesat dan menyesatkan. Dan para thaghut juga biasa menuduh para Nabi dan para du’at di jalan Allah سبحانه و تعالى sebagai pembuat kerosakan di muka bumi, ekstrimis bahkan teroris. Ini merupakan lagu klasik nyanyian para thaghut dan jajaran pembela para thaghut sepanjang masa.

Demikian pula pertentangan antara Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم dengan thaghut pemuka kota Mekkah yaitu Abu Lahab dan Abu Jahal. Sedemikian rupa Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم menghadapi penganiayaan dari thaghut musyrikin Quraisy Mekkah sehingga Allah سبحانه و تعالى seringkali menghibur beliau dengan ayat-ayat seperti ini:
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
“Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.” (QS. Al-An’aam [6] : 33-34)

Demikianlah, pertentangan sepanjang masa antara para pembela ajaran tauhid dengan pembela ajaran syirik mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى . Para thaghut pemerintahan zalim sentiasa menjadi pembela utama ajaran syirik kerana mereka tidak ingin masyarakat menikmati kebebasan hakiki dengan hanya bergantung kepada Allah سبحانه و تعالى . Mereka ingin masyarakat bergantung dan merasa memerlukan kepada diri para thaghut dan ajaran, sistem hidup, falsafah hidup rumusan para thaghut itu. Mereka sangat keras menghalangi masyarakat dari tunduk hanya kepada ajaran dan dien yang datang dari Allah سبحانه و تعالى . Lalu dengan kecanggihan retorik mereka mengelabui ummat Islam dengan mengatakan bahwa para thaghut itu juga tetap memberikan tempat terhormat kepada agama Allah سبحانه و تعالى padahal sebenarnya yang mereka lakukan adalah pengkerdilan peranan Islam dalam kehidupan ummat Islam. Sebab Allah سبحانه و تعالى tidak menyuruh kita untuk menerima ajaranNya sebahagian-sebahagian. Allah سبحانه و تعالى menyuruh kaum beriman untuk terima Islam sebagai suatu total, bukan secara partial atau dipilih2
.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2] : 208)
Begitu seorang muslim rela pemerlakuan ajaran Islam secara partial atau suku2 berarti ia telah mengikuti langkah-langkah syaitan. Dan itulah keadaan yang dialami kaum muslimin dewasa ini di bawah dominasi Sistem Dajjal yang tidak saja hegemonik di masyarakat barat kafir tetapi juga di negeri-negeri berpenduduk majoriti muslim. Para thaghut tidak keberatan bila ummat Islam menjalankan Islam dalam urusan pribadi, tapi jangan sekali-kali cuba-cuba menginginkan Islam diperlakukan pada keseluruhan kehidupan rakyat. Untuk urusan masyarakat sudah ada ajaran, sistem hidup, falsafah hidup yang dirumuskan para thaghut tersebut
.
Oleh kerananya seorang muwahhid (ahli tauhid) sejati sangat sadar bahwa suatu pemerintahan hanya layak dipandang adil jika pemimpinnya dengan jujur dan bersunguh2 meninggikan hukum Allah سبحانه و تعالى di atas segenap hukum lainnya. Ia akan terus berjuang sehingga cita-cita menjadikan Al-Qur’anu Dustuurunaa  menjadi kenyataan. Sedetikpun ia tidak rela menyaksikan hukum Allah سبحانه و تعالى Rabb langit dan bumi di setara kan dengan hukum thaghut, apalagi diletakkan di bawahnya. Walaupun sekarang ini inya belum menjadi kenyataan tapi perjuangan terhadap menegakan hukum Allah belum lagi kalah dan itu bukan berarti sang muwahhid rela akan situasi abnormal tersebut. Yang pasti ia tidak ingin menjadi seperti orang-orang yang digambarkan Allah سبحانه و تعالى di dalam ayat di bawah ini.
Yaitu kalangan orang-orang munafiq yang secara formal disebut muslim namun hakikatnya telah menjadi perpanjangan tangan dan kaki kaum kuffar:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafiq menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS. An-Nisa [4] : 61)
Dewasa ini kita hidup di era badai fitnah. Badai fitnah telah menyelimuti segenap aspek kehidupan ummat Islam. Sehingga tatkala muncul wacana memeprjuangkan menegakan hukum Allah سبحانه و تعالى dari kalangan pejuang Islam, namun kaum kafir tinggal duduk santai tanpa bersusah payah. Kerana cukup sudah kaum munafiq yang berjuang “membela” kaum kafir tadi dengan menghalangi wacana tersebut berkembang lebih jauh. Sungguh, kita wajib waspada jangan-jangan ini semua pertanda kalau keluarnya puncak fitnah sekaligus puncak thaghut pemerintahan zalim, yaitu Ad-Dajjal sudah tidak lama lagi munculnya.

Sehingga Allah سبحانه و تعالى menentang mereka dengan pertanyaan berikut:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah [5] : 50)

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan kaum yang yakin akan keadilan dan kebenaran hukumMu, bukan hukum yang selainnya. Aamiin ya Rabb.

Read more...

My Blog List

About This Blog

Blog Archive

My Blog List

[Valid Atom 1.0]

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP